Opini

Kucing berkarung

Partai Demokrat berhasil jadi kendaraan terpilihnya SBY sebagai presiden untuk dua kali, tetapi kesulitan menetapkan kader capres. Ketua umum Partai Demokrat pasca-Kongres Bandung (Mei 2010) tak ditetapkan sebagai bakal capres, diganti dengan aturan internal partai (AD/ART) yang memberi kekuasaan kepada SBY untuk menentukan capres.

Ketakpastian capres Partai Demokrat menguat setelah beberapa kader utamanya tersingkir oleh dugaan korupsi. Survei bahkan menunjukkan turunnya elektabilitas Partai Demokrat serta muncul atau menguatnya para capres potensial di luar Partai Demokrat. Setelah merangkap ketua umum (Maret 2013), SBY semakin di depan dalam proses penentuan capres. Akhirnya panitia seleksi capres jadi pilihan, meski terkesan mendadak dan dengan aturan atau prosedur yang berubah-ubah.

Profil 11 bakal capres Partai Demokrat dapat disimak dari beberapa sudut pandang. Mereka berasal dari preferensi SBY serta hasil insinuasi dan atau undangan panitia seleksi. Mereka bukan hanya kader partai karena mencakup adik ipar, mantan Panglima TNI, serta menteri atau pejabat tinggi dalam pemerintahannya. Meski beragam latar etniknya, semuanya ”orang Jakarta”. Bakal capres itu disengaja dari lintas generasi dan profesi untuk memastikan perbedaan kemampuan.

Jumlah kader Partai Demokrat sangat terbatas, meneguhkan bahwa kaderisasi partai setelah mengikuti dua kali pemilu dan pilpres tak terjadi secara baik. Selain itu, konvensi Partai Demokrat bagaikan seleksi ”kucing berkarung partai”. Kucing yang dikarungi sudah diketahui. Kucing yang akan keluar dari karung itu masih akan ditentukan oleh beragam faktor yang diuraikan di bawah.

Profil bakal capres Partai Demokrat juga relatif memantulkan kemajemukan Indonesia. Tetapi karena korelasi sistem pemilu dan sistem pilpres bukanlah pantulan linier UUD 1945, sedangkan sistem pilpres tak sepenuhnya berkesesuaian dengan prinsip pemerintahan presidensial, kemajemukan itu lebih bermakna sebaran pendulang suara guna mendongkrak elektabilitas partai. Penilaian ini didukung oleh sejumlah faktor.

Pertama, konvensi tidak hanya dilakukan bagi internal partai. Konon publik ikut memilih, padahal hanya akan dijajaki pendapatnya oleh tiga lembaga survei yang diaudit dan dibiayai dua kali oleh Partai Demokrat. Kedua, nasib bakal capres ditentukan berdasarkan dua kali survei. Karena tidak hanya melibatkan pihak internal partai, maka sebutan konvensi dan komite konvensi justru mengecoh.

Ketiga, pelibatan pihak eksternal dan kampanye bakal capres mengundang masalah. Para petinggi Partai Demokrat mempersilakan mereka mendanai atau menggalang dana sendiri. Siapa penyandang dana atau bandar-bandar capres itu? Praktis kampanye pemilu dan pilpres 2014 dimulai. Siapkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengawasi kampanye itu sebelum pemilu legislatif 2014?

0 comments:

Post a Comment